Di kaki Gunung Agung yang megah, Bali Timur, berdiri kompleks spiritual paling utama bagi umat Hindu Dharma, yaitu Pura Besakih. Dikenal sebagai Pura Penataran Agung, Pura ini diyakini telah menjadi tempat suci sejak zaman prasejarah dan merupakan Pura Kahyangan Jagat (Pura Universal) yang menyatukan semua kasta dan kelompok adat di Bali. Keberadaan Pura Besakih tidak sekadar sebagai tempat peribadatan, melainkan juga representasi kosmologi alam semesta, di mana pura utama didedikasikan kepada Trimurti—Brahma (Pencipta), Wisnu (Pemelihara), dan Siwa (Pelebur). Kompleks pura yang sangat luas ini terdiri dari 18 pura pendamping, serta satu Pura utama (Pura Penataran Agung), menjadikannya Pura Besakih sebagai induk dari semua pura di Pulau Dewata. Sejarah mencatat, kompleks ini lolos dari letusan dahsyat Gunung Agung pada Maret 1963, di mana lahar panas berhenti hanya beberapa meter dari pura, sebuah peristiwa yang diyakini oleh masyarakat setempat sebagai mukjizat dan tanda keagungan Dewata.
Filosofi tata ruang Pura Besakih didasarkan pada konsep Tri Mandala, yang membagi kompleks menjadi tiga halaman utama. Halaman terluar (Jaba Sisi) berfungsi sebagai area parkir dan pintu masuk, disusul halaman tengah (Jaba Tengah) sebagai tempat persiapan upacara, dan halaman terdalam (Jeroan) yang merupakan lokasi Pura-Pura suci berada. Pintu gerbang utama (Kori Agung) yang sangat detail ukirannya, selalu menghadap ke arah barat, mengikuti arah matahari terbenam. Salah satu upacara terbesar yang rutin diadakan di sini adalah Pujawali atau Bhatara Turun Kabeh, yang diselenggarakan setiap setahun sekali pada Purnama Kedasa (sekitar bulan Maret atau April). Untuk mengamankan jalannya upacara yang bisa dihadiri ribuan umat ini, Kepolisian Sektor Rendang (sebagai wilayah terdekat) menerjunkan sedikitnya 75 personel aparat yang berkoordinasi dengan Pecalang (petugas keamanan adat) setempat.
Keunikan arsitektur pura di Pura Besakih adalah penggunaan Bale Kulkul (Menara Lonceng) dan Padmasana yang menjulang tinggi—singgasana persembahan tertinggi untuk Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Padmasana tertinggi terletak di Pura Penataran Agung, melambangkan Meru atau gunung suci tempat bersemayamnya para Dewa. Selama periode restorasi besar-besaran yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya pada tahun 2019 hingga 2022, banyak struktur pelinggih (tempat pemujaan) yang diperkuat dengan konstruksi batu alam andesit, memastikan ketahanan warisan budaya ini terhadap cuaca ekstrem. Keberadaan pura induk ini tidak hanya menjadi magnet bagi para peziarah, tetapi juga destinasi wisata budaya yang menawarkan pemahaman mendalam tentang toleransi, spiritualitas, dan keindahan alam Bali.
